Search
Miracle Multi Language
Latest topics
Miracle Mailing List
Toko Online
BEE LA VISTA TRAVEL
Depresi Tingkatkan Risiko Diabetes
Page 1 of 1
Depresi Tingkatkan Risiko Diabetes
Diabetes dan depresi bak lingkaran setan. Berdasar studi di Harvard University, depresi meningkatkan risiko diabetes. Demikian pula sebaliknya, diabetes meningkatkan risiko depresi.
"Studi itu memperlihatkan bahwa dua gangguan kesehatan itu saling memengaruhi satu sama lain," kata pemimpin studi, Dr Frank Hu, profesor bidang nutrisi dan epidemiologi Harvard School of Public Health, Boston, seperti dikutip dari laman MSN.
Studi itu memuat data yang menunjukkan, sekitar 10 persen dari populasi penduduk di Amerika Serikat mengidap diabetes. Sebanyak 95 persen terdiagnosis diabetes tipe 2, yang dipicu obesitas. Sementara sebanyak 6,7 persen dari penduduk usia 18 tahun ke atas mengalami depresi klinis setiap tahunnya.
Gejala diabetes diperlihatkan dengan kadar gula darah tinggi dan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin. Umumnya ditandai dengan sering buang air kecil, mudah haus, penglihatan kabur, serta mati rasa di tangan atau kaki. Sedangkan gejala depresi antara lain cemas, putus asa atau bersalah, kurang tidur, nafsu makan hilang atau berlebih, hingga hilangnya minat hidup.
Studi dilakukan dengan mengamati data kesehatan 55 ribu perawat wanita selama 10 tahun. Sebanyak 7.400 partisipan yang depresi, mengalami peningkatan risiko diabetes sebesar 17 persen. Mereka yang terbiasa mengonsumsi obat antidepresan bahkan mengalami peningkatan risiko diabetes hingga 25 persen.
Di sisi lain, lebih 2.800 partisipan pengidap diabetes memiliki risiko 29 persen mengalami depresi. Mereka yang mengonsumsi obat-obatan dan perawatan diabetes memiliki risiko depresi lebih besar.
Tony Z Tang, profesor dari Department Psikologi Northwestern University, mengatakan, pengaruh hubungan antara diabetes dan depresi berkurang ketika partisipan melakukan kontrol berat badan dan melakukan olahraga teratur.
"Ini menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan diabetes dipengaruhi variabel pengganggu," kata Tang. "Dalam istilah awam, obesitas dan gaya hidup tak sehat membuat orang mudah tertekan, dan potensial mengidap diabetes."
Dr Frank Hu menambahkan, tingkat depresi tinggi akan memengaruhi kadar gula darah dan metabolisme insulin, melalui pelepasan hormon stres atau kortisol. Sementara diabetes dapat memicu stres kronis. "Jadi hubungan diabetes dan depresi tak hanya persoalan gaya hidup tak sehat, tapi juga memiliki keterkaitan secara biologis."
"Studi itu memperlihatkan bahwa dua gangguan kesehatan itu saling memengaruhi satu sama lain," kata pemimpin studi, Dr Frank Hu, profesor bidang nutrisi dan epidemiologi Harvard School of Public Health, Boston, seperti dikutip dari laman MSN.
Studi itu memuat data yang menunjukkan, sekitar 10 persen dari populasi penduduk di Amerika Serikat mengidap diabetes. Sebanyak 95 persen terdiagnosis diabetes tipe 2, yang dipicu obesitas. Sementara sebanyak 6,7 persen dari penduduk usia 18 tahun ke atas mengalami depresi klinis setiap tahunnya.
Gejala diabetes diperlihatkan dengan kadar gula darah tinggi dan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin. Umumnya ditandai dengan sering buang air kecil, mudah haus, penglihatan kabur, serta mati rasa di tangan atau kaki. Sedangkan gejala depresi antara lain cemas, putus asa atau bersalah, kurang tidur, nafsu makan hilang atau berlebih, hingga hilangnya minat hidup.
Studi dilakukan dengan mengamati data kesehatan 55 ribu perawat wanita selama 10 tahun. Sebanyak 7.400 partisipan yang depresi, mengalami peningkatan risiko diabetes sebesar 17 persen. Mereka yang terbiasa mengonsumsi obat antidepresan bahkan mengalami peningkatan risiko diabetes hingga 25 persen.
Di sisi lain, lebih 2.800 partisipan pengidap diabetes memiliki risiko 29 persen mengalami depresi. Mereka yang mengonsumsi obat-obatan dan perawatan diabetes memiliki risiko depresi lebih besar.
Tony Z Tang, profesor dari Department Psikologi Northwestern University, mengatakan, pengaruh hubungan antara diabetes dan depresi berkurang ketika partisipan melakukan kontrol berat badan dan melakukan olahraga teratur.
"Ini menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan diabetes dipengaruhi variabel pengganggu," kata Tang. "Dalam istilah awam, obesitas dan gaya hidup tak sehat membuat orang mudah tertekan, dan potensial mengidap diabetes."
Dr Frank Hu menambahkan, tingkat depresi tinggi akan memengaruhi kadar gula darah dan metabolisme insulin, melalui pelepasan hormon stres atau kortisol. Sementara diabetes dapat memicu stres kronis. "Jadi hubungan diabetes dan depresi tak hanya persoalan gaya hidup tak sehat, tapi juga memiliki keterkaitan secara biologis."
marina- Jumlah posting : 224
Join date : 2010-03-31
Kurang Tidur Sebabkan Diabetes
Yang mendorong timbulnya diabetes adalah tingginya kandungan gula dalam darah. Penyebabnya bukan hanya konsumsi gula berlebih, tapi juga pola makan tinggi kalori, berat badan berlebih, serta pola hidup yang kurang aktif.
Seperti dikutip dari Times of India, studi Warwick Medical School dan State University of New York, Buffalo, mengungkap bahwa durasi tidur kurang dari enam jam setiap malam meningkatkan risiko tiga kali lipat mengidap diabetes dan penyakit jantung.
Studi itu menunjukkan, durasi tidur yang pendek terkait dengan peningkatan risiko pra-diabetes, yang dikenal sebagai incident-impaired fasting glycaemia (IFG).
IFG merupakan kondisi tubuh yang tidak mampu lagi mengatur kadar glukosa secara baik dalam tubuh. Orang dengan IFG memiliki risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2 dan mengalami peningkatan risiko mengidap penyakit jantung dan stroke.
Penelitian dilakukan dengan menganalisa data medis 1.455 partisipan yang dibukukan Western New York Health Study selama enam tahun. Data itu menunjukkan, seluruh partisipan memiliki rentang usia 35-79 tahun.
Seluruh partisipan telah melewati uji klinis yang mencakup pemeriksaan tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan. Mereka juga menjawab kuesioner tentang kondisi kesehatannya secara umum, dan pola tidur. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Annals of Epidemiology.
Seperti dikutip dari Times of India, studi Warwick Medical School dan State University of New York, Buffalo, mengungkap bahwa durasi tidur kurang dari enam jam setiap malam meningkatkan risiko tiga kali lipat mengidap diabetes dan penyakit jantung.
Studi itu menunjukkan, durasi tidur yang pendek terkait dengan peningkatan risiko pra-diabetes, yang dikenal sebagai incident-impaired fasting glycaemia (IFG).
IFG merupakan kondisi tubuh yang tidak mampu lagi mengatur kadar glukosa secara baik dalam tubuh. Orang dengan IFG memiliki risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2 dan mengalami peningkatan risiko mengidap penyakit jantung dan stroke.
Penelitian dilakukan dengan menganalisa data medis 1.455 partisipan yang dibukukan Western New York Health Study selama enam tahun. Data itu menunjukkan, seluruh partisipan memiliki rentang usia 35-79 tahun.
Seluruh partisipan telah melewati uji klinis yang mencakup pemeriksaan tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan. Mereka juga menjawab kuesioner tentang kondisi kesehatannya secara umum, dan pola tidur. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Annals of Epidemiology.
marina- Jumlah posting : 224
Join date : 2010-03-31
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Wed Sep 23, 2015 3:46 pm by miracle
» Rollaas Macadamian Nuts
Tue Sep 15, 2015 4:09 pm by dstations
» Belanja di Mal Terbesar Manila
Sat Aug 29, 2015 6:56 pm by vertical
» Metro Resort Pratunam - Bangkok, Thailand
Mon Aug 17, 2015 10:10 pm by vertical
» 10 Wisata Gratis di Tokyo
Fri Jul 24, 2015 10:00 pm by vertical
» SIM CARD di Thailand
Fri Jul 17, 2015 9:38 pm by vertical
» Berkah Bilih Danau Singkarak
Mon Jun 15, 2015 9:01 pm by hestijunianatha
» 12 Tempat Wisata di Sekitar Jakarta
Mon Jun 15, 2015 8:56 pm by hestijunianatha
» Benteng Terluas di Dunia Ada di Buton
Mon Jun 15, 2015 8:52 pm by hestijunianatha