Search
Miracle Multi Language
Latest topics
Miracle Mailing List
Toko Online
BEE LA VISTA TRAVEL
1,6 Juta Wanita Indonesia nikahi Pria beresiko AIDS
Page 1 of 1
1,6 Juta Wanita Indonesia nikahi Pria beresiko AIDS
DATA Kementerian Kesehatan RI pada 2010 menyebutkan bahwa 1,6 juta wanita Indonesia berhubungan seks dengan pria berisiko AIDS.
“Hanya karena menikah dengan pria berperilaku berisiko AIDS, wanita tertular. Padahal, ia tidak berperilaku berisiko, seperti selingkuh ataupun memakai narkoba,“ kata Dr Nafsiah Mboi SpA MPH, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) saat dihubungi lewat ponsel, Selasa (30/11/2010).
Lebih lanjut data Kemkes RI menyatakan, angka penularan HIV/AIDS bisa jadi banyak lantaran wanita menikah dengan 3,1 juta pria yang membeli seks di mana 230 ribu di antaranya pengguna narkoba suntik (penasun) dan 800 ribu lainnya adalah GWL (gay, waria, laki-laki seks dengan laki-laki/LSL).
“Kami melakukan analisa gender, ternyata pemicunya adalah laki-laki di mana 3,1, juta di antaranya berperilaku seks berisiko secara sengaja, seperti tidak mau pakai kondom,“ tegas Nafsiah.
Selain ditularkan dari pria yang dinikahinya, wanita yang berisiko AIDS, yakni sebanyak 230 ribu, adalah wanita pekerja seks komersil (PSK).
“Bisa dibilang, mereka tertular akibat risiko pekerjaan. Mereka enggak bisa pakai kondom. Sebagian besar sudah menawarkan pelanggannya untuk pakai kondom, tapi kalau laki-lakinya enggak mau, mereka enggak dapat uang, dong? Padahal, mereka harus mencari nafkah. Mereka adalah korban pekerjaan,“ terang Nafsiah.
Ketimpangan gender
Nafsiah mensinyalir penyebabnya adalah ketimpangan gender. Kaum hawa dipandang sebagai pihak subordinat yang harus bersikap pasrah.
“Dalam budaya kita, yang menjadi decision maker untuk seks, termasuk pakai kondom atau tidak, pakai narkoba atau tidak adalah pria. Padahal, salah satu prinsip penanggulangan AIDS adalah kesetaraan gender. Kita harus menghilangkan pandangan bahwa wanita adalah pihak yang bisa disewa untuk kenikmatan,“ tukas Nafsiah.
“Pada akhirnya, upaya pencegahan dilakukan lebih ditujukan kepada pihak laki-laki, lewat pemberian edukasi,“ imbuh Nafsiah.
Edukasi akan sangat efektif terutama pada generasi muda, usia 15-24 tahun. Selanjutnya, di perusahaan atau tempat kerja, dan di tempat transaksi seks.
“Mereka harus belajar bagaimana menghargai gender, bertanggung jawab terhadap setiap tindakan, kami juga menyediakan kondom gratis di lokalisasi, dan lewat berbagai sarana lainnya,“ ujar Nafsiah.
“Hanya karena menikah dengan pria berperilaku berisiko AIDS, wanita tertular. Padahal, ia tidak berperilaku berisiko, seperti selingkuh ataupun memakai narkoba,“ kata Dr Nafsiah Mboi SpA MPH, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) saat dihubungi lewat ponsel, Selasa (30/11/2010).
Lebih lanjut data Kemkes RI menyatakan, angka penularan HIV/AIDS bisa jadi banyak lantaran wanita menikah dengan 3,1 juta pria yang membeli seks di mana 230 ribu di antaranya pengguna narkoba suntik (penasun) dan 800 ribu lainnya adalah GWL (gay, waria, laki-laki seks dengan laki-laki/LSL).
“Kami melakukan analisa gender, ternyata pemicunya adalah laki-laki di mana 3,1, juta di antaranya berperilaku seks berisiko secara sengaja, seperti tidak mau pakai kondom,“ tegas Nafsiah.
Selain ditularkan dari pria yang dinikahinya, wanita yang berisiko AIDS, yakni sebanyak 230 ribu, adalah wanita pekerja seks komersil (PSK).
“Bisa dibilang, mereka tertular akibat risiko pekerjaan. Mereka enggak bisa pakai kondom. Sebagian besar sudah menawarkan pelanggannya untuk pakai kondom, tapi kalau laki-lakinya enggak mau, mereka enggak dapat uang, dong? Padahal, mereka harus mencari nafkah. Mereka adalah korban pekerjaan,“ terang Nafsiah.
Ketimpangan gender
Nafsiah mensinyalir penyebabnya adalah ketimpangan gender. Kaum hawa dipandang sebagai pihak subordinat yang harus bersikap pasrah.
“Dalam budaya kita, yang menjadi decision maker untuk seks, termasuk pakai kondom atau tidak, pakai narkoba atau tidak adalah pria. Padahal, salah satu prinsip penanggulangan AIDS adalah kesetaraan gender. Kita harus menghilangkan pandangan bahwa wanita adalah pihak yang bisa disewa untuk kenikmatan,“ tukas Nafsiah.
“Pada akhirnya, upaya pencegahan dilakukan lebih ditujukan kepada pihak laki-laki, lewat pemberian edukasi,“ imbuh Nafsiah.
Edukasi akan sangat efektif terutama pada generasi muda, usia 15-24 tahun. Selanjutnya, di perusahaan atau tempat kerja, dan di tempat transaksi seks.
“Mereka harus belajar bagaimana menghargai gender, bertanggung jawab terhadap setiap tindakan, kami juga menyediakan kondom gratis di lokalisasi, dan lewat berbagai sarana lainnya,“ ujar Nafsiah.
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
|
|
Wed Sep 23, 2015 3:46 pm by miracle
» Rollaas Macadamian Nuts
Tue Sep 15, 2015 4:09 pm by dstations
» Belanja di Mal Terbesar Manila
Sat Aug 29, 2015 6:56 pm by vertical
» Metro Resort Pratunam - Bangkok, Thailand
Mon Aug 17, 2015 10:10 pm by vertical
» 10 Wisata Gratis di Tokyo
Fri Jul 24, 2015 10:00 pm by vertical
» SIM CARD di Thailand
Fri Jul 17, 2015 9:38 pm by vertical
» Berkah Bilih Danau Singkarak
Mon Jun 15, 2015 9:01 pm by hestijunianatha
» 12 Tempat Wisata di Sekitar Jakarta
Mon Jun 15, 2015 8:56 pm by hestijunianatha
» Benteng Terluas di Dunia Ada di Buton
Mon Jun 15, 2015 8:52 pm by hestijunianatha